Generasi Alfa yang terlahir sebagai generasi native teknologi, membuat peran orang tua milenial semakin besar daripada orang tua zaman dulu dalam hal pengasuhan. Pasalnya, teknologi tak hanya memberi dampak positif namun juga negatif jika kita tidak bijak menggunakannya. Khususnya interaksi gadget bagi anak usia dini. Seyogianya, hal ini menjadi tantangan baru dalam mengasuh anak di era digital.
Mengaca pada kebutuhan anak usia dini sebenarnya orang tua harus memperhatikan milestone yang harus dicapai di setiap jenjang usianya. Bahkan sejak dalam kandungan, lahir dan bertumbuh hingga 1000 hari pertama kehidupannya. Dulu, orang tua tidak perlu khawatir dengan perkembangam anak. Karena alam dan lingkungan secara alami merangsang tumbuh kembang mereka saat mereka bermain bebas. Sering kali kita dengar cerita orang dulu yang suka mancing di sungai, bebas bertualang di hutan, bahkan banyak permainan tradisional yang secara tidak langsung mengasah kemampuan motorik dan sensorik anak. Ironisnya sekarang, pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi dan pembangunan membuat area terbuka tersebut terbatas. Akibatnya, orang tua era sekarang harus lebih paham tentang tumbuh kembang anak dan cara menstimulasinya.
Mengapa stimulasi anak usia dini penting? Menurut mayoritas ahli tumbuh kembang anak, pemberian stimulasi yang tepat membuat pertumbuhan anak menjadi lebih optimal. Seperti, bermain terstruktur untuk anak usia prasekolah. Mengenalkan huruf dengan cara menyenangkan akan meninggalkan kesan pramembaca yang baik. Contoh aktivitas pramembaca yang menyenangkan adalah menyanyi, mengenal huruf dengan kartu, bermain playdough membentuk huruf, puzzle huruf, membuat huruf dengan kolase biji, dan lain sebagainya. Bermain tak sekedar aktivitas bersenang-senang melainkan proses belajar bagi anak.
Dalam bermain sejatinya anak sedang belajar. Bermain memiliki banyak manfaat antara lain:
1. Mengasah kemampuan koginitif.
Kemampuan kognitif ini mencakup kegiatan mental (otak). Seperti kemampuan anak dalam melakukan analisis terhadap sesuatu, mengamati, memahami, menghapal, mengaplikasi, serta mengevaluasi. Contohnya, belajar mengenal huruf. Dengan bermain seputar abjad, melalui permainan yang mengenalkan bagaimana bunyi abjad tertentu, seperti apa bentuknya, bagaimana menuliskannya. Anak yang terbiasa terasah kemampuan kognitifnya akan belajar mengenal huruf dengan cara menganalisisnya. Hasilnya, anak tak hanya sekedar hafal hurufnya melainkan lebih dari itu. Belajar tapi tetap menyenangkan. Contoh lain, belajar pertumbuhan hewan. Seperti kupu-kupu, mulai dari membuat hingga melakukan presentasis sederhana akan menyenangkan bagi anak. Namun sejatinya mereka sedang belajar.
2. Merangsang kemampuan motorik kasar dan halus.
3. Mengasah kecerdasan bahasa.
Pada tiga tahun pertama kehidupan otak si kecil berkembang pesat. Dengan bermain, kemampuan bicara dan bahasa anak semakin meningkat melalui suara yang didengar, hal yang dilihat, serta paparan yang konsisten didapatkan dari pembicaraan dan bahasa orang di sekitar bayi. Kemampuan bahasa ini terdiri dari dua aspek, yaitu kemampuan ekspresif dan kemampuan reseptif.
4. Mengasah kreativitas dan imajinasi.
Kata bapak Einsten, "Imagination is more important than knowledge". Dalam bermain anak-anak dapat berimajinasi, hal tersebut dapat meningkatkan daya kreativitasnya. Pada anak usia dini, kecenderungan memiliki jiwa imitasi yang tinggi. Yakni kesenangan meniru perilaku orang dewasa di sekitarnya. Contohnya, saat bermain peran. Mereka akan mengembangkan imajinasinya melalui melaui permainan peran tersebut.
5. Meningkatkan interaksi sosial.
Dalam hal ini adalah kemampuan bersosialisasi. Membangun rasa peduli, berkomunikasi dengan baik, bertukar informasi dan mandiri. Termasuk menjadikan anak tanggap yaitu memberi respons positif atas sesuatu dan bertanggung jawab.
Contoh, mengajarkan sabar. Saat bermain bersama, naik kereta misalnya. Mereka pura-pura sedang antre menunggu naik kereta, dan lain sebagainya. Mengenalkan karakter sabar yang abstrak lebih mudah dengan bermain karena anak merasakan langsung dengan mempraktikannya.
6. Memahami emosi dan diri sendiri.
Contoh permainan, mengenal tubuhku dengan menyanyi atau saat bermain peran. Anak-anak akan belajar bagaimana mengungkapkan perasaannya, mengendalikan emosi dan percaya diri. Dalam hal ini anak sedang berusaha memahami apa yang terjadi dalam dirinya.
Berdasarkan uraian di atas mempertegas bahwa inti sari penjelasan tentang bermain sebagai kebutuhan bagi anak usia dini ini penting. Terlebih bagi orang tua milenial dengan anak yang terlahir sebagai Generasi Alfa seperti saat ini. Semangat bagi para orang tua untuk terus belajar dan membersamai Ananda!
Posting Komentar
Posting Komentar