Konten [Tampil]
Anak Bukan Ajang Pembuktian
"Anakmu tidak untuk membuktikan apapun!"
Yup!
Jadi ceritanya beberapa waktu lalu ikutan salah satu webinar tentang pola asuh yang tepat.
Caption yang di atas adalah pernyataan beliau. Tertohok uey!
Serius!
Dan yang nampol-nampol tuh penjelasan si pemateri berkaitan keseharian kita yang tanpa sengaja itu menciptakan "kenangan tak menyenangkan" bagi anak.
Tentu hal ini akan terbawa saat mereka dewasa.
What?
Seperti apa itu?
Contoh seperti ini?
Anak nangis lalu kita bilang, "Tuh kan nangis lagi? Gitu aja nangis?"
Atau saat anak melakukan sesuatu yang bisa jadi bikin kita marah atau malu. Ekpresi kita secara tidak sengaja melukai perasaan mereka.
Seperti, melengos, berdecak yang menunjukkan kemarahan atau kekecewaan dari ekpresi kita. Ini melukai juga meski bukam verbal ya.
Padahal, bisa jadi apa yang anak-anak lakukan adalah emosi atau perasaan yang tak bisa mereka ungkapkan sehingga memunculkan perilaku negatif atau terkesan menyebalkan di mata kita.
Ya gak sih, kayak tantrum misalnya.
Anak tantrum karena bisa jadi itu cara mengekpresikan perasaannya. Sebab masih bingung mengungkapkan akhirnya kadang memukul, teriak, marah, ngambek adalah cara mereka menunjukkan emosi mereka. Cari perhatian kita.
Dan kita?
Ada yang marah pada anak, malu hingga akhirnya anak jadi kambing hitamnya, dan tindakan yang itu bertujuan meredakan tantrum tapi kurang tepat. Alhasil, itu malah jadi senjata buat anak jika menginginkan sesuatu.
Begitulah!
Nah jadi gimana dunzk?
Perlu kita pahami bahwa anak kita memang bukan ajang pembuktian. Pembuktian dari diri kita tentang ketidkpuasan kita, kegagalan kita, atau bahkan masa lalu kita. Gengsi kita!
Perlu kita menyadari bahwa pola asuh mempengaruhi bagaimana kharakternya ke depan.
Pengasuhan kita jangan didikte oleh kebutuhan dan pengalaman kita.
Melainkan sesuai kebutuhan mereka, sesuai potensi mereka. Pola asuh terbaik adalah mengeluarkan potensi terbaik dari yang anak miliki.
Kunci dari pengasuhan adalah orang tua.
Jika memang kita punya masa lalu atau pengalaman pengasuhan yang kurang tepat di masa kecil. Maka ayoo kita putus rantai itu, mulai dari kita.
Maka ada 3 tips sebagai langkah kita memberikan pola asuh yang tepat untuk kita.
Apa saja?
1. Berani mencoba untuk berubah
Ini related banget dengan pola asuh orang Denmark dalam buku The Danish Way.
Penulis menyebutkan, kita perlu open mind atas pola asuh yang baru. Dan bisa jadi amat jauh berbeda dengan pola asuh ortu kita dulu. Dengan catatan, pola asuh yang lebih baik tentunya.
Jangan kolot dengan perubahan.
2. Keikhlasan dan rendah hati
Ikhlas. Yup!
Jadi orang tua itu emang capek. Nah ini yang akan mengontrol kita. Agar kita senantiasa sadar atas tanggung jawab kita sebagai orang tua.
Orang tua itu sebagai pendamping anak.
Mendampingi artinya mengarahkan, mengiringi.
Bukan berarti kita tidak boleh menerapkan aturan ke mereka. Boleh menerapkan batasan-batasan.
Batasan : aturan dasar di keluarga apa yang diterima atau tidak. Tapi realistis namun menghargai setiap anggota keluarga.
Batasan disiplin harus berorientasi pada kebutuhan anak bukan kepuasan pribadi orang tua.
Selain itu, kita harus bisa mengevaluasi tindakan kita.
Jangan sampai apa yang kita sampaikan hanya sebentuk kepuasan kita sendiri.
Apa yang bisa kita lakukan saat anak mulai emosional?
● Pahami apa yang mereka rasakan
● Validasi perasaannya
● Arahan mengenal emosi yang dirasakan anak
3. Berani meminta maaf
Nah, nah, penting ini.
Jangan mentang-mentang mereka masih anak-anak. Lalu kita sebagai ortu gengsi minta maaf.
Ingat, apa yang kita lakukan itu pembelajaran buat anak kita.
Jangan sampai emosi kita mengontrol reaksi kita.
Anak anak yang sedang bertumbuh itu
Lapar akan penerimaan emosi mereka.
Inilah yang perlu kita catat baik-baik.
Kadang, perilaku negatif adalah cara mereka untuk menunjukkan apa yang dilakukan. Mencari perhatian sehingga melalui perilaku negatif. Sebab, biasanya sesuatu yang beriklim tidak menyenangkan itu lebih mudah mendapatkan tanggapan.
Maka itulah yang mereka lakukan.
Inilah pentingnya memberikan pujian kepada anak kita.
Pujilah usahanya, bukan sekedar fokus pada hasilnya.
Ah, jadi teringat akan salah satu prinsip PARENT.
Memuji merupakan salah satu cara menumbuhkan rasa percaya diri pada diri anak. Salah satu cara mereka untuk siap menghadapi kegagalan juga.
Ortu membantu mengarahkan bagaimana menghadapi kegagalan. Bagaimana mereka belajar bangkit.
Hati-hati, perfeksionis itu boomerang.
Momen pembelajaran itu pada saat anak mengalami kegagalan, kesulitan dan tantangan. Kesalahan menjadi sarana belajar mereka. Pun untuk ortu.
Jangan melindungi anak dari kesulitan. Hargai anak apa adanya.
Cinta itu luas.
Ortu harus memahami kapan melindungi, kapan maju, kapan mundur.
Termasuk kapan mengatakan "jangan".
Jika menyangkut keselamatan maka perlu ditegaskan.
Maka boleh kita pakai kata "Jangan".
Jika konteksnya adalah larangan yang bisa dirubah kalimatnya.
Seperti, jangan lari. Sebaiknya kita ganti dengan anjuran " Jalan saja yuks!"
Artinya kita lihat mengatakan "jangan" itu sesuai konteksnya.
Ini tentang kebutuhan dan perkembangan anak . Ini kunci pola asuh yang tepat.
Penting!
Membuka diri dan mengevaluasi diri kita dalam mendidik anak. Jangan gengsi untuk membangun diskusi yang positif.
Pun saat kita berbuat salah, maka jangan gengsi minta maaf. Biacara dengan mereka.
Bicara dengan bahasa mereka sesuai perkembangan mereka. Menjadi pendengar yang baik. Mendengar untuk memahami.
Bangun komunikasi yang positif. Dua poin penting yang perlu kita ingat saat berkomunikasi dengan anak
Pertama, cara menyampaikan.
Selain gunakan bahasa mereka sesuai dengan usianya. Perlu diketahui. Cara menyampaikan perlu diperhatikan.
Sebab penyampaian kita salah . Maka yang akan ditangkap oleh anak adalah nada menghakimi dan marah.
Kedua, waktunya.
Cari waktu yang tepat. Rileks dan ambil waktu dimana anak bisa nerima nasihat atau perintah kita. Pun saat kita meminta maaf. Agar apa yang kita lakukan bisa diterima dengan baik.
Salah satu tips menasihati yang ampuh adalah menggunakan trik manipulasi dengan cinta.
Lho?
Maksudnya, kita bisa menunjukkan perasaan dalam bentuk nasihat yang diselipkan melalui pihak ketiga.
Bagaimana caranya?
Melalui cerita, berkisah. Secara tidak langsung sebenarnya kita sedang menasihati atau memasukkan nilai-nilai keoada anak. Tapi pihak ketiga yang kita jadikan tokohnya.
Misal, cerita seorang anak yang gak suka gosok gigi. Karena malas gosok gigi akhirnya giginya berlubang dan dia kesakitan. Agar tidak berlubang lagi maka dia harus rajin gosok giginya dan mengurangi makanan yang terlalu manis.
Nah, dari cerita itu bisa membuat anak menyadari bahwa gosok gigi itu penting.
Membaca itu aktivitas menyenangkan bagi anak jika ortu mau meluangkan waktu untuk itu. Kehadiran orang tua adalah hadiah berharga bagi anak. Lebih dari mainan apapun.
Quality time!
Nah, jadi itulah ringkasan singkat dari webinar pola asuh yang tepat yang aku ikuti. Acara ini diselenggarakan oleh Sidina.comunity dengan pemateri dari Mbak RanyMoran
Didukung oleh kemdikbud.ri
Sebenarnya ada poin peran ortu dalam menciptakan pola asuh yang tepat ini. Tapi panjang banget, insya Allah kapan-kapan di tulis ya 😁
Stay tune aja, tunggu updatenya!
Iya sih poin berani minta maaf emang ngaruh banget sama perilaku anak. Aku melakukan kebiasaan minta maaf biasanya sebelum tidur agar anak juga tidurnya pulas, Ga rewel.. Karena kalau ada masalah yang tidak selesai dengan maaf biasanya ke Bawa sampe tidur.
BalasHapusThanks mba untuk rangkumannya. Reminder untuk para Ibu Ibu nih. Keren materi webinarnya. Memang jadi orang tua itu 1 yang nggak boleh ketinggalan, HARUS SELALU MAU BELAJAR :')
BalasHapusWah palaku berasa dipentung baca tulisan ini. Jadi mikir lagi dg apa yg saya terapkan ke naka2
BalasHapusJadi pr nih buat para ibu untuk mengasuh pola anak didik termasuk menangani masalah emosi, biasanya suka banget si ibu merasa kesal luar biasa dan suka membentak anaknya cuman karena nakal atau rewel doank. Kalau semakin parah, maka emosi anaknya semakin parah juga hingga emosinya tidak bisa di kendalikan meskipun terus di bentak oleh ibunya biar anaknya nurut
BalasHapusJadi orang tua tuh terus belajar dengan perkembangan dunia parenting. Anak 1 dan lainnya bisa jadi udah berubah dan nggak bisa diperlakukan sama ya kak.
BalasHapusAku masih belajar ilmu parenting nih mba, tercerahkan juga dengan ulasannya. Meski belum ada anak, tapi asli nenangin keponakan tantrum juga mayan susah
BalasHapusTerima kasih bun.. ini sebagai reminder juga buat ibu seperi saya dalam mendidik anak usia dini. Semoga dapat menerapkan pola asuh dengan baik dan sesuai dengan potensi anak
BalasHapusSemakin tercerahkan mom. Apalagi yang tentang perfeksionis menjadi bumerang, jadi lebih banyak berkaca pada diri. Terima kasih pengingatnya
BalasHapusJd org tua tu belajarnya mesti terus terusan ya. Dr anak kita jg belajar, menurunkan espektasi bahwa parenting tu gak seunyu2 di medsos. Semangat buibu 😘
BalasHapusIya bener. Kadang kita menaruh harapan ke anak. Harapan ini dan itu yang kadang anak sendiri ngga nyaman dengan itu. Huhu
BalasHapuswkwk, iya perfeksionis itu bener boomerang. sedang relate banget nih sama masa pengasuhanku. saat nangis dan kubilang dek udah donk nangisnya lalu dia jawab : kan boleh nangis, huhu, kemakan ucapan sendri dah
BalasHapusJadi orang tua emang never ending learning ya..
BalasHapusBiasanya anak baik dilihat dari bgmn cara pola pengasuhannya, tetapi membaca artikel ini kita disadarkan bahwa anak bukan indikator...
BalasHapusBener, kunci dari pengasuhan adalah orang tua. Bukan hanya ibu ya, tetapi kedua orang tua. Semoga aku bisa mengasuh anak dengan baik nantinya, Aamiin. Makasih mbak sharingnya.
BalasHapuswah seru banget ya bisa ikutin acara ini, btw baca ini saya jadi merenung soal pola asuh yang tepat ini, makin banyak ilmu yang saya dapat untuk anak-anak saya kelak, sayapun jadi berkaca bagaimana ornagtua saya dulu menerapkan pola asuhnya sehingga menghasilkan saya yang sekarang. semoga jadi bekal ilmu buat saya nanti dna pastinya tulisan mba sangat bermanfaat
BalasHapusaku suka banget liat youtube para artis yang parentingnya oke, aku srg juga liat mereka ngucapin makasih dan maaf ke anakk mereka yang bahkan masih balita, ternyata itu pola asuh yang baik ya
BalasHapus