Konten [Tampil]
"Daniyah, kamu gak belajar buat persiapan lomba apa itu?" tanya mamak membuyarkan lamunanku sambil terus bersolek di depan cermin. "Lomba?" Daniyah berusaha mengingat. "Oh iya, lomba siswa berprestasi, Mak," kata Daniyah tak bersemangat.
Dia mulai malas karena jatah bermainnya beberapa hari ini terkurangi.
"Ya sudah segera belajar sana, Mamak berangkat dulu ya!" kata Mamak sambil berjalan keluar menyapa para tetangga yang mau berangkat ke arah salah satu undangan nikah.
Ya!Nikahan salah satu teman dekat Daniyah. Kak Sariyati, dia adalah gadis yang usianya hanya terpaut 3 tahun dengan Daniyah. Namun dia terpaksa menikah karena dijodohkan. Ia tidak melanjutkan ke SMP setelah lulus SD. Alasannya tak ada biaya. Masalah yang sering terjadi di kampung mereka. Budaya menikahkan anak perempuan yang sejak dini sudah menjadi tradisi.
Suara sound tempat si punya hajat benar-benar memakakkan telinga. Aku dan bapak duduk di teras rumah. Menikmati sore di halaman bersama bapak meski tak saling bicara menurut Daniyah menyenangkan.
Suara sound tempat si punya hajat benar-benar memakakkan telinga. Aku dan bapak duduk di teras rumah. Menikmati sore di halaman bersama bapak meski tak saling bicara menurut Daniyah menyenangkan.
Buk!
Buku Daniyah terjatuh. Tiba-tiba dia berpikir tentang nasibnya. Apakah dia akan bernasib sama dengan Sariyati?
"Bapak, apakah Bapak punya uang buat aku sekolah SMP?" rajuk Daniyah sambil bersandar di teras. Bapak terus merokok sambil menikmati lantunan musik dangdut dari nikahan Sariyati. "Bisa jadi ada, bisa jadi tidak," Bapak menjawab santai. Hati Daniyah terus galau bahkan hingga malam tiba ia tak bisa memejamkan mata.
"Silakan mbak dibuka matanya," terdengar seorang perempuan membuat Daniyah membuka mata. Daniyah di depan cermin. Penuh riasan tebal, baju yang dikenakanpun bak gaun seorang pengantin. Sayup terdengar aku mendengar alunan musik berupa sholawat. Musik yang semacam itu sering ia dengar menjelang prosesi akad.
Pelan-pelan Daniyah melangkahkan kaki ke arah pintu. Dia memberanikan diri membuka pintu. Sekilas ia melihat suasana di rumahnya yang berbeda. Seperti rumah yang sedang punya hajat.
"Silakan mbak dibuka matanya," terdengar seorang perempuan membuat Daniyah membuka mata. Daniyah di depan cermin. Penuh riasan tebal, baju yang dikenakanpun bak gaun seorang pengantin. Sayup terdengar aku mendengar alunan musik berupa sholawat. Musik yang semacam itu sering ia dengar menjelang prosesi akad.
Pelan-pelan Daniyah melangkahkan kaki ke arah pintu. Dia memberanikan diri membuka pintu. Sekilas ia melihat suasana di rumahnya yang berbeda. Seperti rumah yang sedang punya hajat.
Hajat nikahan. Matanya lalu tertuju pada tulisan yang ditempel dari kertas warna-warni. Tertuliskan, "Selamat Menempuh Hidup Baru. Daniyah & Fuad."
Jantung Daniyah seakan dadanya sekejap itu terasa sesak. "AKU TIDAK MAU MENIKAH" teriak Daniyah membuat orang di sekitarnga menoleh ke sumber suara, tak terkecuali mamak.
"Daniyah!" Mata Mamak tertuju padanya dan kemudian berjalan ke arahnya. Daniyah paham betul watak Ibunya itu. Mamak yang paling berusaha keras agar ia bisa ikut lomba siswa berprestasi. Sebab hadiahnya adalah beasiswa sekolah hingga ke SMA. Bahkan mamak tak segan mengancamnya untuk dinikahkan saja setelah lulus sekolah dasar.
Tanpa pikir panjang Daniyah lari ke arah kamar mandi. Di belakangnya terdengar suara kaki yang mengejarnya yaitu mamak. Daniyah menutup pintu kamar mandi sambil menangis sesengguhakan, antara perasaan sedih, kesal, takut dan marah. Dia tidak ingin bernasib seperti Sariyati.
Jantung Daniyah seakan dadanya sekejap itu terasa sesak. "AKU TIDAK MAU MENIKAH" teriak Daniyah membuat orang di sekitarnga menoleh ke sumber suara, tak terkecuali mamak.
"Daniyah!" Mata Mamak tertuju padanya dan kemudian berjalan ke arahnya. Daniyah paham betul watak Ibunya itu. Mamak yang paling berusaha keras agar ia bisa ikut lomba siswa berprestasi. Sebab hadiahnya adalah beasiswa sekolah hingga ke SMA. Bahkan mamak tak segan mengancamnya untuk dinikahkan saja setelah lulus sekolah dasar.
Tanpa pikir panjang Daniyah lari ke arah kamar mandi. Di belakangnya terdengar suara kaki yang mengejarnya yaitu mamak. Daniyah menutup pintu kamar mandi sambil menangis sesengguhakan, antara perasaan sedih, kesal, takut dan marah. Dia tidak ingin bernasib seperti Sariyati.
"Tok tok tok, brak brak brak!" terdengar suara pintu kamar mandi digedor dengan kuat. "Daniyah,!" Suara mamak menggelegar di telinga. "Tidaaaaakkk. Aku tidak mau!" Suara Daniyah melengking tak kalah keras. Dia menutup matanya sambil menggeleng. Karena terlalu keras menggeleng kemudian "gubrak"!. Badannya terjatih di lantai dari dipan ketinggian satu meter.
"Daniyah, ayo bangun!" Suara mamak masih terdengar di balik pintu. "Sudah siang, kamu tak sekolah?" di susul langkah kaki yang menjauh dari kamarnya.
"Ah, leganya" ternyata hanya mimpi. Daniyah bergegas keluar kamar dan semakin bersemangat untuk sekolah. Dia berjanji akan giat belajar dan mengikuti lomba itu. Dia ingin tersu bersekolah.
Nb: Cerita ini fiktif. Namun terinspirasi dari sebuah tradisi dari daerah tertentu yang masih menomor sekiankan pendidikan sebab terhalang ekonomi mereka.
Hihi terus sekolah ya karena pendidikan itu penting banget ❤️ nice post kak
BalasHapusTerima kasih kak.
HapusIni fiksi kok kak. Cerita anak sih sebenarnya
Aku jadi teringat salah satu temen SD ku mba, dia dulu malah kebalikan dari Daniyah. tidak mau lanjut sekolah karena ingin segera menikah.
BalasHapusIya kak ini juga terinspirasi dari kisah beberapa tradisi di daerah tertentu
Hapusdi kotaku sini, Jember, terutama di desa desa, masih ada mbak anak lulusan SD yang langsung dinikahkan gitu
BalasHapussayang banget sebenernya
pendidikan paling nggak sampe SMA ya biar anak juga bersosialisasi dan mencari ilmu juga
Ehmmm iya y kak. Masih ada ya tradisi itu. Hiks agak sedih sih. Padahal kan wajib belajar 9 tahun ya dari pemerintah.
HapusPilihan anak2 buat melanjutkan pendidikan udah pas kok daripada menjadi pengantin saat usia blum cukup matang, soalny pas masa Kanak2 itu mereka sedang asiknya bermain bareng teman2nya.
BalasHapusIya kak betul hehehe. Tapi untuk beberapa daerah terpencil tradisi ini masih ada
Hapussoal nikah usia di dini di desa-desa emang masih banyak ya kak. Apalagi pas jaman aku SD, lulus SD banyak yang langsung nikah, tapi belakangan ini udh makin banyak yang pilih lanjutin sekolah dulu minimal SMP atau sampe ke tingkat SMA baru nikah
BalasHapusAlhamdulillah .. semoga pendidikan anak2 di generasi selanjutnya lebih baik y kak
HapusWah untung cuma mimpi, ya Daniyah.
BalasHapusNgomong-ngomong soal nikah muda, pas pandemi gini katanya banyak yang berhenti sekolah juga karena mau nikah. :(
Hiks begitukah kak? Meski mereka paham urgensi pendidikan ?
HapusHahahaha lucu banget sih ceritanya 🤣 emang kadang sering banget sih ya kita mimpiin sesuatu hal yang paling kita takutin. Rasanya kayak nyataa banget :(
BalasHapusHehehehe.. pernah mengalami y kak
HapusInspiratif sekali! Cerita ini bisa iadi pelajaran buat adik adik di luaran sana supaya terus semangat menyongsong masa depan.
BalasHapusIya kak aamiin.
HapusAduh, mimpinya serem ya. Semoga Daniyah bisa menuntut ilmu setinggi-tingginya :)
BalasHapusAamiin iya kak
Hapuswah aku da serius bacanya, untung cuma mimpi ya mbak
BalasHapussaat masih blm cukup usia, sekolah lebih penying daripada menikah
Hehehee itu fiksi dsri aku sih kak
Hapusjarang-jarang lho bisa mimpi dan jadi tahu nama calon pasangan di masa depan. Barangkali Fuad memang jodohnya Daniyah.
BalasHapusTapi miris sih saat baca berita dan ada laporan penelitian dari lembaga mana gitu, lupa juga, bahwa selama pandemi ini jumlah pernikahan dini meningkat, bahkan alasannya terkesan sepele, karena bosan
Hahahaha gitu ya, mimpi bunga tidur.
HapusEhm. Nyatanga memang ada sih macam itu kak
aku jadi tertarik mengikuti kisah mendengar daerah yang masih menomorsekiankan pendidikan. kira-kira apa sih yg melatarbelakangi kak?
BalasHapusKebanyakan ekonomi kak, biasanya anak perempuan yang dianggap sudah besar padahal besar fisiknya aja. Secara psikologis belum . Mereka menjodohkan lalu diminta menikah saja.
HapusKedua, tradisi di mereka sih. Tapi kalau ini mungkin karena sekarang mulai mudah mengakses informasi agak berkurang
Ceritanya seru kak, sudut yang di ambil pun menurut aku sering terjadi di dunia nyata saat ini
BalasHapusAlhamdulillah terima kasih kak.
HapusWah syukur cuma mimpi yak. hehe... Aku sampai ikutan emosional nih bacanya. Keren kak tulisanya. Ini dikategorikan sebagai cermin kah kak? Cerita mini? atau masuk cerpen?
BalasHapusCernak sebenarnya kak.
HapusCerpen untuk anak.
Jadi lebih ke tokoh anak fokusnya.