Konten [Tampil]
Hai Sobat Hamim, kali ini aku ingin berbagi seputar topik medis yaitu mengupas lika-liku peran dokter di tengah pandemi menangani penyakit kusta. Menarik bukan? Pasalnya, belum banyak yang mengetahui terkait penyakit tropis yang terabaikan ini. Apalagi ketika pandemi seperti sekarang, lho!
Nyaris dua tahun lamanya kita didera wabah asal Wuhan ini serta tidak sedikit menelan korban dari berbagai kalangan. Banyak pihak yang terdampak juga baik dari segi ekonomi, sosial, kesehatan, dan lain-lainnya. Salah satu kelompok terdampak adalah pasien kusta dan erat kaitannya pelayanan kesehatan.
Bersama dua nara sumber yakni;
dr. Ardiansyah selaku Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
dr. Udeng Daman selaku Technical Advisor NLR Indonesia
Tidak berlama lagi, yuks simak ulasannya di bawah ini!
Sekilas tentang Kusta
Sebelum kita mengulas lika liku peran dokter dalam penanganan kusta di masa pandemi ini. Mari kita mengenal kusta terlebih dahulu.Definisi Kusta
Menurut KBBI, kusta adalah penyakit menahun yang menyerang kulit dan saraf, yang secara perlahan-lahan menyebabkan kerusakan pada anggota tubuh; lepra.Sedangkan berdasarkan definisi para ahli, penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (Maharani,2015).
Definisi lainnya menurut Kementrian Kesehatan tahun 2015, kusta adalah penyakit tipe granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit. Bila tidak ditangani kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata.
Pasalnya, kusta yang tidak tertangani dengan cepat bisa mengakibatkan kelumpuhan dan kebutaan.
Definisi lainnya menurut Kementrian Kesehatan tahun 2015, kusta adalah penyakit tipe granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit. Bila tidak ditangani kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata.
Pasalnya, kusta yang tidak tertangani dengan cepat bisa mengakibatkan kelumpuhan dan kebutaan.
Tanda-Tanda Gejala Penyakit Kusta
Hal penting diketahui dari adanya kusta ini adalah awareness kita terhadap gejala yang muncul. Menyadur dari makalah dari laman online repository.unimus.ac.id adapun tanda-tanda kusta adalah sebagai berikut:A. Tanda kulit pada penyakit kusta adalah :
a. Kelainan pada kulit yang berupa bercak kemerahan, keputihan atau benjolan.
b. Kulit mengkilap.
c. Bercak yang tidak terasa gatal.
d. Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat dan tidak berambut.
e. Melepuh tapi tidak terasa nyeri.
B. Tanda-tanda pada syaraf pada penyakit kusta adalah :
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
b. Gangguan kerak pada anggota badan dan muka.
c. Adanya kecacatan (deformitas) pada bagian tubuh.
d. Terdapat luka tapi tidak terasa sakit.
C. Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita kusta antara lain :
a. Panas dari derajat yang rendah sampai menggigil.
b. Anoreksia.
c. Nausea, yang terkadang disertai dengan vernitus.
Pengobatan Kusta
Kabar baiknya kusta bisa sembuh lho Sobat Hamim!
Ada harapan bahwa kusta bisa sembuh melalui Multidrug Therapy (MDT). MTD adalah kombinasi dari 2 atau lebih obat anti kusta, salah satunya adalah rifampisin yang berperan sebagai anti kusta yang bersifat bakterisidal kuat sedangkan obat anti kusta lain bersifat bakteriostatik.
World Health Organization (WHO, 1998) menyebutkan ada tiga obat antibiotika sebagai
obat alternatif yaitu Ofloksasin, Minosiklin dan Klarifikasi. Sedangkan obat anti kusta yang banyak dipakai adalah DDS (Diamino Diphenyl Suffone), Klofazimin dan Rifampisin.
Jangan abaikan sebab kusta yang terlambat tertangani dengan baik bisa mengakibatkan disabilitas pada mata,tangan, dan kaki. Bagi pasien kusta yang sudah mengalami disabilitas bisa melakukan perawatan diri dengan prinsip 3M yaitu memeriksa, merawat, dan melindungi bagian tubuhnya yang disabilitas.
Jadi, asalkan segera memeriksakan diri ke puskesmas saat ada tanda-tanda kusta maka akan mempercepat penanganan dan tentu menekan peningkatan kasus penularan.
Dimana sajakah Endemis Kusta Di Indonesia
Menurut data kemenkes ada 110 kabupaten yang belum mencapai eliminasi di 21 provinsi. Namun, sebenarnya bisa jadi ada provinsinya sudah tereliminasi akan tetapi ada kabupaten-kabupatennya yang belum tereliminasi. Misal, di Aceh ada satu kabupaten yang belum tereliminasi. Jadi penyebarannya berdasarkan sebaran tingkat kabupaten.Sedangkan, berdasarkan tingkat provinsi yang belum tereliminasi seperti Papua Barat, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dll. Artinya prevalensinya di atas 1/10.000 penduduk, ini menunjukkan angka yang cukup tinggi. Hal yang mempengaruhi tingkat eliminasi yang berbeda-beda ini adalah lingkungan baik dari sisi sanitasi rumah, lingkungan sosial ekonomi, kesehatan, rumah, perilaku hidup bersih, tingkat kepadatan penduduk.
Mengupas Lika Liku Peran Dokter Di Tengah Pandemi Menangani Penyakit Kusta
Berdasarkan data saat ini, disebutkan bahwa rasio jumlah dokter di Indonesia termasuk kategori rendah yakni sebesar 0.4 per 1000 penduduk. Artinya, dari 10 ribu penduduk ditangani oleh 4 dokter. Pasalnya rendahnya jumlah dokter di Indonesia salah satunya disebabkan oleh proses panjang sistem pendidikan saat menempuh pendidikan dokter.Ditambah kondisi pandemi yang terjadi dua tahun ini cukup memberikan dampak pada penanganan kusta. Sebab kita ketahui selama pandemi tenaga medis yang berguguran mencapai angka duaribuan. Hal ini jelas mempengaruhi proses pelayanan kesehatan di lini apapun.
Selain itu, tidak optimalnya pelayanan ketika pandemi ini adalah tantangan terhadap penanganan kasus kusta di lapangan. Sebab, penyakit kusta adalah salah satu penyakit yang penangannya harus melakukan pemeriksaan langsung kepada pasien.
Adanya telemedicine saat ini sangat membantu untuk mengarahkan ketika ditemukan adanya kelainan kulit melalui gambar atau pertanyaan seputar tanda-tanda adanya kusta. Selanjutnya akan diarahkan ke fasilitas kesehatan yang ada dan sekali lagi harus diperiksa.
Inilah salah satu alasan di layanan kesehatan manapun baik pemerintah maupun swasta seharusnya bisa melakukan melayani penanganan terhadap kusta. Hanya saja strateginya apakah dirujuk ke puskesmas yang ditunjuk menangani kusta atau puskesmasnya yang memberikan obat itu tergantung sistem yang ada di rumah sakit tersebut.
Sehingga jika ada diagnosa adanya kusta bisa langsung melakukan rujukan ke puskesmas sebab obatnya ada di puskesmas. Atau dikembalikan ke kebijakan masing-masing rumah sakit sesuai dengan koordinasi dengan dinas kesehatan dengan puskesmas. Jika memang rumah sakit tersebut bisa langsung menangani
Intinya, semua faskes harus bisa melakukan penanganan terhadap penyakit kusta. Terkait adanya pandemi saat ini, upaya yang dilakukan disesuaikan dengan kebijakan PPKM di area tersebut. Koordinasi bisa dilakukan melalui wa serta untuk menghindari kerumunan dengan adanya program door to door.
Sehingga jika ada diagnosa adanya kusta bisa langsung melakukan rujukan ke puskesmas sebab obatnya ada di puskesmas. Atau dikembalikan ke kebijakan masing-masing rumah sakit sesuai dengan koordinasi dengan dinas kesehatan dengan puskesmas. Jika memang rumah sakit tersebut bisa langsung menangani
Intinya, semua faskes harus bisa melakukan penanganan terhadap penyakit kusta. Terkait adanya pandemi saat ini, upaya yang dilakukan disesuaikan dengan kebijakan PPKM di area tersebut. Koordinasi bisa dilakukan melalui wa serta untuk menghindari kerumunan dengan adanya program door to door.
Nah, kembali bagaimana penanganan kusta selama pandemi sedang tenaga medis yang ada semakin berkurang.
Pertama, sinergitas dari semua pihak untuk menekan laju penularan covid-19 dengan mematuhi protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas.
Kedua, edukasi kepada masyarakat dari semua pihak baik pemerintah, peran media, maupun tenaga medis. Apalagi saat ini stigma negatif akan penyakit kusta di masyarakat masih sangat tinggi. Padahal kusta bukanlah aib melainkan penyakit yang juga bisa disembuhkan.
Salah satu upaya edukasi ini bisa dilakukan oleh pihak medis. Sebagaimana disampaikan oleh dr Ardiansyah bahwa IDI tentu punya usaha atau program secara umum bertugas untuk memelihara dan membina terlaksananya sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia. Apalagi masyarakat pada umumnya masih mau mendengarkan sert menerima jika penjelasan suatu hal langsung dilakukan oleh dokter selaku ahli di bidangnya.
"Pertama, bagaimana dokter di lapangan harus memperlakukan pasien kusta dan segala macam itu adalah bagian dari bagaimana kita memelihara atau menjaga teman sejawat kita tetap menjaga sumpah dan kode etiknya,"ungkap dr Ardyansyah dalam mereduksi stigma negatif oleh pihak medis.
Namun, pemberdayaan masyarakat juga kunci untuk melawan stigma negatif akan penyakit kusta. Makanya ada edukasi kepada masyakaray juga sangat diperlukan seperti menggandeng media-media untuk sarana publikasi informasi.
Ketiga, meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan kepada pasien penyakit kusta hingga paripurna. Hal ini bertujuan agar saat ada pasien kusta dengan kondisi darurat dapat bisa segera ditangani oleh tenaga medis sesuai kewenangan yang berlaku sembari menunggu rujukan untuk pasien tersebut.
Adanya peningkatan kapasitas dokter dalam menangani kusta ini bisa dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pembekalan yang kuat melalui program in servis. Adanya pemberian materi yang lebih sering terkait kusta khususnya kulit semasa menempuh pendidikan dokter
Semisal, mengadakan sesi khusus mengupas tentang materi penanganan kusta di lapangan. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama pihak fakultas dengan NLR.
2. Aktif mengikuti pelatihan formal maupun informal. Terutama bagi dokter-dokter baru yang mana masih perlu untuk dibekali sebelum terjun menangani kasus di lapangan.
Memang biasanya pelatihan informal cenderung membutuhkan biaya yang tak sedikit. Maka diharapkan pihak pemerintah tingkat kabupaten maupun provinsi bisa mengalokasikan dana untuk hal tersebut.
3. Untuk dokter baru area endemis harus lebih proaktif untuk mengikuti workshop dan OJT (on the job training) ke puskesmas terkait penanganan kusta. Sebab di area endemis lebih sering adakan workshop untuk penanganan kusta di lapangan. Maka ambil kesempatan tersebut untuk meningkatkan keterampilan dan kapasitas para dokter-dokter baru dengan langsung bertemu pasien.
4. Adanya bimbingan teknis dari kabupaten dan dokter senior.
Adanya peningkatan kapasitas dokter dalam menangani kusta ini bisa dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pembekalan yang kuat melalui program in servis. Adanya pemberian materi yang lebih sering terkait kusta khususnya kulit semasa menempuh pendidikan dokter
Semisal, mengadakan sesi khusus mengupas tentang materi penanganan kusta di lapangan. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama pihak fakultas dengan NLR.
2. Aktif mengikuti pelatihan formal maupun informal. Terutama bagi dokter-dokter baru yang mana masih perlu untuk dibekali sebelum terjun menangani kasus di lapangan.
Memang biasanya pelatihan informal cenderung membutuhkan biaya yang tak sedikit. Maka diharapkan pihak pemerintah tingkat kabupaten maupun provinsi bisa mengalokasikan dana untuk hal tersebut.
3. Untuk dokter baru area endemis harus lebih proaktif untuk mengikuti workshop dan OJT (on the job training) ke puskesmas terkait penanganan kusta. Sebab di area endemis lebih sering adakan workshop untuk penanganan kusta di lapangan. Maka ambil kesempatan tersebut untuk meningkatkan keterampilan dan kapasitas para dokter-dokter baru dengan langsung bertemu pasien.
4. Adanya bimbingan teknis dari kabupaten dan dokter senior.
5. Terus melakukan belajar mandiri (self edukasi) terkait kusta ini.
Selain, kuantitas dokter yang ditingkatkan. Kualitas kapasitas dokter dalam penanganan penyakit kusta adalah poin penting menyukseskan program di area manapun, baik endemis maupun nonendemis.
Keempat, tracking yang proaktif. Artinya, jika ada satu pasien kusta di area tertentu maka segera melakukan pelacakan kepada minimal 20 kontak orang di sekitar pasien untuk mendeteksi adanya tanda-tanda penularan ke anggota warga yang lain.
Pun untuk daerah yang terdeteksi pernah ada pasien kusta maka daerah tersebut perlu ada surveiline dari tahun ke tahun. Sehingga adanya mapping, administrasi yang tercatat rapi akan memudahkan dalam penanganan jika ada kasus kusta yang baru.
Sejak pandemi, kabar baik menurunnya temuan kasus kusta bukanlah sinyal positif. Sebab, menurunnya kasus kusta ini karena sistem tracking yang juga terbatas dengan adanya pandemi.
Kelima, pemerataan distribusi tenaga medis.
Khususnya daerah endemis tentu harus menjadi prioritas ketersediaan dokter di area tersebut. Hal ini sangat butuh peran pemerintah ketika menempatkan dokter-dokter tersebut.
Tak terkecuali penempatan dokter di daerah terpencil, pihak pengambil kebijakan perlu pertimbangan-pertimbangan terkait kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan sarana prasarana saat dokter bertugas di daerah terpencil.
Inilah upaya yang dilakukan oleh IDI dalam bentuk kemitraan menggandeng pemerintah dalam mensukseskan program bebas kusta di Indonesia melalui peran dokter.
" Jika semua bisa bersinergi bekerjasama dan meningkatkan jejaring ya seharusnya bisa,insya Allah" tutur dr Ardiansyah selaku perwakilan IDI membawa semangat optimisme untuk mewujudkan eliminasi kusta di tahun 2024.
Dari pihak Yayasan NLR Indonesia yang diwakili oleh dr.Udeng menyebutkan goals dari eliminasi kusta di tahun 2024 berfokus pada visi NLR yaitu
Zero Transmission (menghentikan transmisi), Zero Disability (mencegah terjadinya kecacatan), Zero Exclusion (menurunkan stigma).
Langkah yang bisa diambil adalah kemitraan, baik dengan pemerintah, organisasi profesi, tokoh masyarakat, dan stakeholder. Selanjutnya, sekali lagi peningkatan kapasitas tenaga kesehatan serta adanya alokasi anggaran untuk memprioritaskan penanganan kusta ini.
Selain, kuantitas dokter yang ditingkatkan. Kualitas kapasitas dokter dalam penanganan penyakit kusta adalah poin penting menyukseskan program di area manapun, baik endemis maupun nonendemis.
Keempat, tracking yang proaktif. Artinya, jika ada satu pasien kusta di area tertentu maka segera melakukan pelacakan kepada minimal 20 kontak orang di sekitar pasien untuk mendeteksi adanya tanda-tanda penularan ke anggota warga yang lain.
Pun untuk daerah yang terdeteksi pernah ada pasien kusta maka daerah tersebut perlu ada surveiline dari tahun ke tahun. Sehingga adanya mapping, administrasi yang tercatat rapi akan memudahkan dalam penanganan jika ada kasus kusta yang baru.
Sejak pandemi, kabar baik menurunnya temuan kasus kusta bukanlah sinyal positif. Sebab, menurunnya kasus kusta ini karena sistem tracking yang juga terbatas dengan adanya pandemi.
Kelima, pemerataan distribusi tenaga medis.
Khususnya daerah endemis tentu harus menjadi prioritas ketersediaan dokter di area tersebut. Hal ini sangat butuh peran pemerintah ketika menempatkan dokter-dokter tersebut.
Tak terkecuali penempatan dokter di daerah terpencil, pihak pengambil kebijakan perlu pertimbangan-pertimbangan terkait kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan sarana prasarana saat dokter bertugas di daerah terpencil.
Inilah upaya yang dilakukan oleh IDI dalam bentuk kemitraan menggandeng pemerintah dalam mensukseskan program bebas kusta di Indonesia melalui peran dokter.
Program wujudkan eliminasi kusta di tahun 2024
Apakah memungkinkan jika di tahun 2024 eliminasi kusta akan terwujud?" Jika semua bisa bersinergi bekerjasama dan meningkatkan jejaring ya seharusnya bisa,insya Allah" tutur dr Ardiansyah selaku perwakilan IDI membawa semangat optimisme untuk mewujudkan eliminasi kusta di tahun 2024.
Dari pihak Yayasan NLR Indonesia yang diwakili oleh dr.Udeng menyebutkan goals dari eliminasi kusta di tahun 2024 berfokus pada visi NLR yaitu
Zero Transmission (menghentikan transmisi), Zero Disability (mencegah terjadinya kecacatan), Zero Exclusion (menurunkan stigma).
Langkah yang bisa diambil adalah kemitraan, baik dengan pemerintah, organisasi profesi, tokoh masyarakat, dan stakeholder. Selanjutnya, sekali lagi peningkatan kapasitas tenaga kesehatan serta adanya alokasi anggaran untuk memprioritaskan penanganan kusta ini.
Inilah ulasan singkat dari webinar Lika Liku Peran Dokter di Tengah Pandemi melalui live streaming youtube berita KBR yang aku ikuti sekaligus untuk memperingati Hari Dokter Nasional yang dirayakan setiap tanggal 24 Oktober. Rupanya memang berliku sekali ya penanganan penyakit kusta ini baik dari sisi pasien, tenaga medis khususnya dokter serta peran pemerintah, media, dan masyarakat dalam mewujudkan Indonesia bebas kusta.
Apalagi di era pandemi saat ini, ulasan mengupas lika liku peran dokter di tengah pandemi menangani penyakit kusta ini menjadi salah satu upaya untuk mengabarkan kepada kita semua untuk turut terlibat menyuarakan dan mendukung Indonesia bebas kusta terkhusus optimisme tercapainya eliminasi kusta di tahun 2024.
Apalagi di era pandemi saat ini, ulasan mengupas lika liku peran dokter di tengah pandemi menangani penyakit kusta ini menjadi salah satu upaya untuk mengabarkan kepada kita semua untuk turut terlibat menyuarakan dan mendukung Indonesia bebas kusta terkhusus optimisme tercapainya eliminasi kusta di tahun 2024.
Aku baru tau loh kak lebih dalam tentang kusta ini, semoga yang sedang diuji ink dikuatkan dan disembuhkan dan kita jadi lebih teredukasi ya
BalasHapusmemang kita semua harus selalu menjaga kesehatan dan memperhatikan diri sendiri supaya mencegah dari berbagai macam penyakit
BalasHapusSemoga impian Indonesia bebas kusta di 2024 bisa segera terwujud, dengan seringnya penyebaran informasibbermanfaat begini.
BalasHapusPenyakit kusta ini ternyata masih ada ya di Indonesia. Stigma negatif jg marak, mereka gak tau kalau ini bisa sembuh asal penanganan tepat.
BalasHapusMasalahnya pandemi datang, jd bikin penanganan kusta nggak bisa seperti duli ya. Harus tracking proaktof dan pemerataan nakes memang.
Semoga meski pandemi, pasien kusta ditangani dengan baik. Sehat selalu nakes :)
Banyak yang menganggap kusta itu penyakit yang tidak bisa disembuhkan.. Semoga dengan adanya edukasi ini dan semangat para dokter yang menggaungkan kusta agar Indonesia bisa bebas dari kusta segera berhasil yaa.. Aamiin :)
BalasHapusPeran nakes penting banget buat penanganan kusta. Apalagi stigma dan diskriminasi kusta ini masih banyak di masyarakat. Semoga semua wilayah di Indonesia bisa bebas kusta
BalasHapusSeringnya kalaupun baca penyakit kusta ini di buku cerita yang mengisahkan masa lalu gitu, padahal sebenarnya sampai saat ini pun masih menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia ini, ya. Setuju bahwa adanya telemedicine akan lebih mempermudah agar makin banyak pasien yang bisa dijangkau untuk penanganannya. Makin cepat makin baik kan.
BalasHapussedih banget ya?
BalasHapusternyata jumlah dokter Indonesia hanya 0,4 per 1.000 penduduk, atau 4 dokter melayani 10.000 penduduk Indonesia.
Bandingkan dengan Singapura yang memiliki 2 dokter per 1.000 penduduknya.
Mungkin karena biaya pendidikan mahal dan lamaaa....
Ah iya akupun sempet baca ini Bun, sedih ya. Berasa banget pas pandemi gini :( Tapi semoga pasien kusta tetap bisa ditangani dengan dokter-dokter kecenya Indonesia. Tetep support dan semoga kusta juga segera berubah stigma negatifnya agar kasusnya kian menurun bahkan 0. Semangat para dokter dan seluruh nakes!
HapusWaktu pandemi gini, dokter emang pihak yang paling harus berjuang keras dan sedihnya masih ada yang julid. Padahal pertarungan mereka bukan hanya Covid-19, ya termasuk kusta yang ternyata masiiih aja ada di Indonesia
BalasHapuskusta ini kupikir duluuu banget penyakit kulit yg ngga nular, ternyata bisa nular. Trus kalau dokter yg udah ada di garis depan gini masih dicaci siapa hayoo yg mau ngobatin orang2 sakit lagi? huhu.. serba salah
BalasHapusPenyakit ini pernah denger pas jaman SD pelajaran IPA. Trus abis tu jarang banget dengernya lagi. Dokter sebagai garda terdepan nih menanganin penyakit2 yg mungkin aja bisa menularkan ke dirinya.. Semoga selalu dalam lindungan Allah
BalasHapussedih ih baca tentang kusta ini. semoga kita semua bisa aware ya. semoga indonesia menjadi negara yang bebas dari penyakit ini.
BalasHapusjadi complicated gini ya masalahnya karen apandemi, apalagi soal pelayanan kesehatan :( sedih banget orang yang juga membutuhkan tapi jadi terkendala karena makin rawan nih ke RS
BalasHapusKIta harus bekerjasama untuk memberantas kusta ini. InsyaAllah bisa disembuhkan tentu dengan kedisiplinan si penderita. Smeoga Indonesia segera bisa bebas dari kusta
BalasHapusMba Mim makasih udah dibagikan nih ilmunya meski nggak ikutan acaranya. Semoga kusta di Indonesia segera diberantas.
BalasHapusEdukasi seperti ini ya Mb yang dibutuhkan masyarakat, apalagi untuk mereka yang tinggal dipelosok yang fasilitasnya masih kurang. agar stigma masyarakat tentang kusta segera hilang..
BalasHapusIya bener mbak... Makanya dengan adanya sharing informasi begini bisa membantu menghilangkan penderita kusta di Indonesia. Semoga ada terus ya kegiatan ini.
HapusPihak kesehatan emang yang paling urgent dan dirempongkan di situasi pandemi seperti ini, lalu mengundang media buat sharing penyakit ini tuh betul-betul membantu banget terutama orang awam kayak saya. Sinergis yang bagus semoga saja lekas terjalin agar 2024 penyakit kusta segera terbebas ...
BalasHapus